Senin, 27 Oktober 2008

indahnya keyakinan

Sungguh aq tak sabar menuliskan semua yang aq rasakan selama ini pada malam ini juga, walau dalam keadaan mengantuk akut. Bersyukur dan bahagianya, memperoleh perasaan yang tidak bisa diciptakan sendiri terhadap orang lain bagiqu adalah sebuah berkah. Perasaan dimana Tuhanlah yang memberinya yaitu cinta. Mulai dari perjalanan panjang untuk mencapai dermaga hingga menunggu kapal menjemput sungguh tak sia-sia, karena cinta tak akan sia-sia.

Aq tak bisa memaksakan diriqu untuk jatuh cinta pada A, B atau C. karena memang itulah adanya. Dia mengalir dengan sendirinya dan aq juga tak bisa menolak untuk menghilangkan rasa itu.

Pada suatu ketika aq mengunjungi sahabatqu, entah kenapa hatiqu seolah-olah berbicara bahwa aq akan menunggu datangnya seseorang dari tempat ini. Hingga aq memperoleh sebuah salam darinya. Andai dia tahu bahwa saat itu adalah bagian hari terindah dalam hidupqu. Ekspresi jaim yang qutampilkan murni sifat perempuan alias jual mahal, membalas hanya dengan “Walaikumsalam” sangat standar, tapi dihatiqu penuh kuncup-kuncup bunga. Aq menunggu cukup lama di dermaga, menunggu dia menyapa. Di dermaga tidaklah sedikit orang yang menunggu dan banyak pula kapal yang berlabuh, tapi entah kenapa aq yakin bahwa kapal yang menjemputqu adalah bernahkodakan dia. Aq hanya sekedar menyapa kapal yang lain tanpa ada keinginan untuk ikut berlayar karena hatiqu menunggu seseorang.

Menunggu bukanlah sesuatu yang mengasikan. Pertanyaan dan kesimpulan atas pikiran sendiri terkadang menimbulkan sikap ikhlas, pasrah dan menyerah. Aq berfikir sangat pesimis saat itu ketika aq tahu bahwa kami “berbeda” dan quputuskan untuk keluar dermaga, kembali menikmati indahnya kota tanpa ada rasa sedikitpun untuk kembali ke dermaga karena rasa takut jika dia tidak menjemputqu sangatlah besar. Godaan selalu ada untuk memasuki gerbang namun qucegah mentah-mentah, biarlah aq menikmati kesendirian disini saja daripada harus melihat kapal hilir mudik entah darimana mereka berasal.

Setahun lebih perjalananqu diluar dengan menikmati kota rasanya cukup ketika dia mengabariqu pertama kali. Ooh Tuhan, apakah dia akan menjemputqu? Senyumqu tak hilang seminggu waktu itu. Seolah di gerbang tertulis selamat datang. Aaah, pikiranqu selalu diliputi rasa cemas, bukannya disetiap gerbang tertulis selamat datang? Qu teruskan saja memasuki gerbang itu dan tak mengapa bagiqu jika dia menjemput yang lain karena aq sudah merasa bahagia bisa mengenalnya walau kekecewaan pasti membekas.

Kuncup-kuncup yang dulu mulai tumbuh, kini sedikit demi sedikit sudah mulai bermekaran. Ada harapan bahwa aq pasti ikut bersamanya kelak. Dia tidaklah langsung membawaqu berlayar, namun aq diajak berjalan-jalan dulu menikmati kota dan mengenalnya. Pertama kalinya aq duduk sangat dekat dibelakangnya, seperti anak kecil yang memeluk erat saat dibonceng ayahnya, aq bahagia. “perbedaan” yang dulu menjadi pikiranqu sudah qutepis jauh-jauh dan hari-hariqu hanya diisi hati yang penuh dengan bunga. Hingga tibalah waktunya, dia mengajakqu berlayar ke sungai kecil. Pelajaran moral pertama : Allah menciptakan sungai menjadi tempat yang romantis. Entah bagaimana menggambarkan perasaanqu saat itu, hati yang deg-degan bahagia, bunga-bunga bermekaran dengan sempurna, bintang-bintang menjadi saksi dan alam mendukung kami.

Bahagiaqu tidaklah hilang hingga sekarang dan kini qumenanti dia membawaqu berlayar menggunakan kapal kecilnya ke laut luas yang penuh dengan gelombang. Dia dihatiqu dan akan selalu ada dihatiqu. Aq hanya berharap semoga Allah mempertemukan kami dengan menghapus “perbedaan” itu. Aq hanya ingin membuatnya tersenyum.