Dia adalah salah satu wanita yang aq kagumi. Dia sudah seperti ibuqu walaupun dia belum pernah menjadi ibu. Wanita yang telah berumur lebih dari setengah abad yang masih berstatus single. Tidak biasanya aq rindu berlebihan seperti ini kepadanya. Dia tidak pergi kemana-mana dan masih terjangkau olehqu untuk melihatnya. Namun hari ini sungguh terasa sepi ketika aq memasuki ruanganqu disetiap paginya. Biasanya selalu ada yang menjawab “Walaikumsalam” ataupun “pagi Arie, Assalamualaikum..kok panas, AC nya belum hidup ya?” jika aq datang terlebih dulu dan sewaktu pulang tidak ada lagi kalimat “dada Arie…” atau aq bilang “ttDJ bu”. Sekarang tidak ada lagi. Aq sering kali ditinggal karena suatu tugas atau keperluan keluarga sehingga dia tidak masuk kantor, tapi aq tenang-tenang saja karena sewaktu pulang dia pasti akan duduk di kursinya dan bercerita tentang hari-harinya seperti biasa. Sekarang tidak lagi seperti itu, dia pulang ke rumah dengan status sebagai “pensiunan”. Hehe…. Dia sudah pensiun. Sewaktu belum pensiun pernah terfikir olehqu, bagaimana keadaannya jika dia pensiun, aq pasti kesepian. Sekaranglah kejadiannya. merasa kesepian merupakan suatu hal yang sangat biasa apalagi jika sedang butuh seseorang dan orang itu tidak ada.
Tidak ada ikatan darah diantara kami. Pertama kali satu ruangan dengannya rasanya segan dan takut. Tapi nyatanya dia tidak seperti yang aq duga. Dia memang patut untuk disegani. Dia punya prinsip kerja yang, mmm….seperti ini : jika ada pekerjaan sekarang maka lakukanlah sekarang selagi masih ada waktu sebelum jam pulang kantor. Kebiasaanya di waktu pagi setelah masuk ruangan adalah menyalakan TV namun tidak sepenuhnya berkonsentrasi pada TV tapi lebih konsentrasi pada koran yang ada dihadapannya ataupun langsung mengerjakan pekerjaan yang bersifat segera. Dia tidak pernah pulang lewat dari jam kantor karena menurutnya mengerjakan pekerjaan kantor diluar jam kerja adalah orang yang tidak efisien, kecuali jika pekerjaan tersebut memang terlalu buanyak dan harus selesai segera, dan itupun harus ada timbal baliknya.
Dia berlangganan penyakit rematik dan kolesterol tinggi. Gara-gara kakinya sering sakit akhirnya dia tidak lagi ikut bermain tennis bersama teman-teman kantor lamanya. Suatu ketika dia masuk rumah sakit gara-gara sesak napas. Aq heran kenapa tiba-tiba dia sakit yang dasarnya gak ada. Pagi itu dia sms kalau aq harus mengerjakan pekerjaan kantor yang akan digunakan pukul 09.00. aq pikir dia hanya sakit biasa tapi setelah hampir pukul 10.00 aq mendapat kabar kalau dia masuk rumah sakit. Kondisinya saat itu memang mengkhawatirkan karena sangat sulit untuk bernafas. ternyata dia merasakan sesak sudah sejak tengah malam dan tidak nyaman untuk membangunkan keponakannya yang tertidur pulas, akhirnya dia hanya mencoba untuk membuat nyaman tubuhnya sambil menunggu pagi. Bagi penderita asma, mungkin ini suatu hal yang biasa dan pastinya sudah diantisipasi, tapi tidak dengan ibu yang satu ini karena dia berpikir di tubuhnya tidak ada gejala asma yang akan membuatnya seperti ini maka dia tidak mengantisipasi apa-apa.
Malam harinya qu jenguk dia yang saat itu tergolek lemas namun masih bisa bicara walau terbata-bata. Dia masih bisa cerita, ngomel dan tersenyum seperti biasa. Belakangan aq tahu sebab penyakitnya itu, sedih namun ikhlas. Aq gak tau selama hidupnya dia curhat dengan siapa tentang hatinya. Hal itu yang tak berani qu sentuh darinya. Melewati hidup tanpa seorang pendamping tidaklah mudah, padahal Aq menilai dia bukanlah wanita yang sulit untuk mendapatkan seorang pria karena dia sangat bersahabat, baik hati dan tidak sombong, namun dibalik itu aq tak mengetahui bagaimana siatuasi dan pikirannya tentang laki-laki.
Aq baru sadar kalau perjalanan kami ke Mataram merupakan perjalanan terakhir kami di tahun ini. Melakukan perjalanan bersamanya sangat asik dan menyenangkan, tidak ada yang egois diantara kami. Sekali lagi, dia lebih dari ibuqu atau ibu keduaqu. Terkadang, walaupun kakinya capek dan lelah karena terlalu lama berjalan kaki dia tetap bersemangat jalan-jalan. Sewaktu kami jalan-jalan ke Tankuban Perahu, aq terpaksa harus sendirian menuruni jalan yang berbatu karena dia sudah tak mampu lagi berjalan, dan akhirnya dia hanya menunggu di bagian atas seperti menunggu anaknya yang sedang bermain. Lain lagi, sewaktu kami di Bandung. Untuk seusianya, dia cukup kuat berjalan sangat jauh dan melelahkan. Setelah makan siang kami jalan-jalan ke Mall yang tampak dekat dari hotel tapi ternyata jauh jika berjalan kaki. Setelah window shopping di mall kami jalan santai di tepian jalan kota Bandung (entah apa nama jalannya, banyak banget yang dilewati aq lupa). Setelah itu sampailah kami ke alun-alun Bandung, disana dia terlihat sangat kelelahan. Tapiii, beberapa menit kemudian dia mengajak jalan lagi ke pusat-pusat disto yang terletak di sebelah Masjid Raya. Akhirnya, setelah kembali ke hotel dia langsung berbaring di tempat tidur dan diam beberapa saat. Aq khawatir juga waktu itu, jangan-jangan dia pingsan. Hehe…ternyata enggak.
Satu hal lagi yang aq suka dan baru beberapa hari lalu dia cerita. Dia berjuang untuk memperoleh pendidikannya sendiri karena sang Ayah memiliki pemikiran bahwa anak laki-lakilah yang hanya boleh bersekolah tinggi. Setelah lulus sekolah menengah, dia memiliki keinginan keras untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan biaya sekolah yang didapat dari mengambil uang di laci warung yang dimiliki keluarga akhirnya dia bisa lulus dan kerja hingga bisa membiayai adik-adik perempuannya bersekolah.
Aq hanya berharap semoga kami bisa jalan-jalan bersama lagi dan aq berdo’a supaya dia dapat menyempurnakan ibadahnya dengan hatinya pula. Amin.
Tidak ada ikatan darah diantara kami. Pertama kali satu ruangan dengannya rasanya segan dan takut. Tapi nyatanya dia tidak seperti yang aq duga. Dia memang patut untuk disegani. Dia punya prinsip kerja yang, mmm….seperti ini : jika ada pekerjaan sekarang maka lakukanlah sekarang selagi masih ada waktu sebelum jam pulang kantor. Kebiasaanya di waktu pagi setelah masuk ruangan adalah menyalakan TV namun tidak sepenuhnya berkonsentrasi pada TV tapi lebih konsentrasi pada koran yang ada dihadapannya ataupun langsung mengerjakan pekerjaan yang bersifat segera. Dia tidak pernah pulang lewat dari jam kantor karena menurutnya mengerjakan pekerjaan kantor diluar jam kerja adalah orang yang tidak efisien, kecuali jika pekerjaan tersebut memang terlalu buanyak dan harus selesai segera, dan itupun harus ada timbal baliknya.
Dia berlangganan penyakit rematik dan kolesterol tinggi. Gara-gara kakinya sering sakit akhirnya dia tidak lagi ikut bermain tennis bersama teman-teman kantor lamanya. Suatu ketika dia masuk rumah sakit gara-gara sesak napas. Aq heran kenapa tiba-tiba dia sakit yang dasarnya gak ada. Pagi itu dia sms kalau aq harus mengerjakan pekerjaan kantor yang akan digunakan pukul 09.00. aq pikir dia hanya sakit biasa tapi setelah hampir pukul 10.00 aq mendapat kabar kalau dia masuk rumah sakit. Kondisinya saat itu memang mengkhawatirkan karena sangat sulit untuk bernafas. ternyata dia merasakan sesak sudah sejak tengah malam dan tidak nyaman untuk membangunkan keponakannya yang tertidur pulas, akhirnya dia hanya mencoba untuk membuat nyaman tubuhnya sambil menunggu pagi. Bagi penderita asma, mungkin ini suatu hal yang biasa dan pastinya sudah diantisipasi, tapi tidak dengan ibu yang satu ini karena dia berpikir di tubuhnya tidak ada gejala asma yang akan membuatnya seperti ini maka dia tidak mengantisipasi apa-apa.
Malam harinya qu jenguk dia yang saat itu tergolek lemas namun masih bisa bicara walau terbata-bata. Dia masih bisa cerita, ngomel dan tersenyum seperti biasa. Belakangan aq tahu sebab penyakitnya itu, sedih namun ikhlas. Aq gak tau selama hidupnya dia curhat dengan siapa tentang hatinya. Hal itu yang tak berani qu sentuh darinya. Melewati hidup tanpa seorang pendamping tidaklah mudah, padahal Aq menilai dia bukanlah wanita yang sulit untuk mendapatkan seorang pria karena dia sangat bersahabat, baik hati dan tidak sombong, namun dibalik itu aq tak mengetahui bagaimana siatuasi dan pikirannya tentang laki-laki.
Aq baru sadar kalau perjalanan kami ke Mataram merupakan perjalanan terakhir kami di tahun ini. Melakukan perjalanan bersamanya sangat asik dan menyenangkan, tidak ada yang egois diantara kami. Sekali lagi, dia lebih dari ibuqu atau ibu keduaqu. Terkadang, walaupun kakinya capek dan lelah karena terlalu lama berjalan kaki dia tetap bersemangat jalan-jalan. Sewaktu kami jalan-jalan ke Tankuban Perahu, aq terpaksa harus sendirian menuruni jalan yang berbatu karena dia sudah tak mampu lagi berjalan, dan akhirnya dia hanya menunggu di bagian atas seperti menunggu anaknya yang sedang bermain. Lain lagi, sewaktu kami di Bandung. Untuk seusianya, dia cukup kuat berjalan sangat jauh dan melelahkan. Setelah makan siang kami jalan-jalan ke Mall yang tampak dekat dari hotel tapi ternyata jauh jika berjalan kaki. Setelah window shopping di mall kami jalan santai di tepian jalan kota Bandung (entah apa nama jalannya, banyak banget yang dilewati aq lupa). Setelah itu sampailah kami ke alun-alun Bandung, disana dia terlihat sangat kelelahan. Tapiii, beberapa menit kemudian dia mengajak jalan lagi ke pusat-pusat disto yang terletak di sebelah Masjid Raya. Akhirnya, setelah kembali ke hotel dia langsung berbaring di tempat tidur dan diam beberapa saat. Aq khawatir juga waktu itu, jangan-jangan dia pingsan. Hehe…ternyata enggak.
Satu hal lagi yang aq suka dan baru beberapa hari lalu dia cerita. Dia berjuang untuk memperoleh pendidikannya sendiri karena sang Ayah memiliki pemikiran bahwa anak laki-lakilah yang hanya boleh bersekolah tinggi. Setelah lulus sekolah menengah, dia memiliki keinginan keras untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan biaya sekolah yang didapat dari mengambil uang di laci warung yang dimiliki keluarga akhirnya dia bisa lulus dan kerja hingga bisa membiayai adik-adik perempuannya bersekolah.
Aq hanya berharap semoga kami bisa jalan-jalan bersama lagi dan aq berdo’a supaya dia dapat menyempurnakan ibadahnya dengan hatinya pula. Amin.

